Cerita Hantu – Aku menjadi orang terakhir lagi yang berada di kantor. Waktu menunjukan pukul 19:31, bukannya pulang, aku malah berdiam diri sambil menggenggam sekotak penjepit kertas di depan pintu lift.
“Hey, Ikut naik nggak?” tanya Rio, dia menekan tombol tahan pintu di lift untukku. dan di belakangnya berdiri Jason, Stela , dan Richard yang sudah pasti semuanya memasang tampang lesu diwajahnya lantaran sudah capek bekerja seharian.
Waktu pertama kali, Aku hendak berkata “iya”, namun aku mengingat bahwa aku harus melakukan program dietku untuk menurunkan berat badan, jadi aku merubah pikiranku dan berkata “Makasih, tapi aku akan turun lewat tangga saja”.
Dan kali ini, aku tak berkata apa-apa.
“Terserah deh” Ucap Rio pada akhirnya, seolah-olah aku telah mengatakan sesuatu. Dan akhirnya dia melepaskan tombolnya, pintu lift pun kemudian menutup.
Kulempar sekotak penjepit kertas yang kugenggam sedari tadi kedalam lift sebelum pintu lift itu benar-benar tertutup. Seketika benda itu terlembar ke sudut lift, tutupnya terbuka dan penjepit kertas di dalamnya terlempar keluar berserakan.
Akhirnya disinilah aku, berdiri dalam kesendirian, lagi.
Alih-alih berpikir bahwa kelakuanku aneh, mereka malah sama sekali tidak sadar dengan apa yang kulakukan. Sudah sering aku melakukan percobaan itu, jadi akupun memaklumi jika mereka tidak bereaksi apa-apa dengan segala yang kulakukan.
Bahkan aku sudah tidak heran lagi melihat kotak penjepit kertas yang kulemparkan tadi muncul kembali di meja kerjaku tampak seperti tidak pernah kusentuh sama sekali.
Percobaanku yang lain pun tidak menghasilkan hasil yang berbeda. Ku tahan pintu lift, aku bahkan berteriak dan memohon, aku juga sampai menarik kasar lengan Rio, tapi hasilnya tetaplah sama.
Tak seorangpun dari mereka yang merespon, lalu semuanya akan kembali terulang dan aku akan selalu berakhir sendirian disini. Setidaknya hingga lift itu tiba dan Rio kembali mengajakku ikut seperti sebelumnya.
Terus-menerus kucoba, dan sekarang aku sudah lelah. Namun tidah ada hal lain yang bisa kulakukan disini. Radio, telepon. semua alat komunikasi dan bahkan alarm kebakaran tidak berfungsi, begitu juga dengan komputer, semuanya mati.
Meskipun aku lewat tangga, seakan tidak peduli kau ingin naik atau turun setiap pintunya akan membawamu kembali keruangan ini, ke Lantai 40, dan tentu saja aku juga bisa bergabung dengan teman-temanku untuk ikut menaiki lift.
Di laci meja Stela aku menemukan sebuah novel romantis yang sangat menarik untuk dibaca, tapi aku sudah tahu akhir dari cerita itu, karena akupun sudah membacanya puluhan kali sampai aku lupa berapa tepatnya.
Aku tiba-tiba teringat, ketika aku masih kecil aku mempunyai rasa ingin tahu yang besar. dan hal itu membawaku kepada rasa keingintahuan tentang kecelakaan yang bisa terjadi dalam lift, hmm.. yang kupikir cukup aneh untuk seorang anak kecil.
Setelah mencari informasi dari sana-sini, aku mendapatkan hasil bahwa sebenarnya kecelakaan yang diakibatkan elevator itu sangatlah langka.
Dan mungkin bisa dibilang, elevator adalah alat transportasi teraman di dunia, itu dikarenakan lift tidak akan bisa tiba-tiba rusak atau jatuh tanpa ada sebab yang jelas, dan menurut logika semua kecelakaan yang disebabkan oleh elevator bisa dicegah sebelum terjadi.
Bahkan lebih besar 1000 kali lipat kematian yang diakibatkan jatuh dari tangga dibanding elevator.
Namun, meskipun aku mengetahui semua itu, aku juga mengetahui bahwa setiap kali lift di kantorku turun, dimana kemudian kuletakkan telingaku dalam-dalam pada pintunya, disanalah aku bisa mendengar suara jeritan yang samar-samar namun jelas dari para rekan kerjaku yang bergema sepanjang lorong jalur lift.
Dan itulah mengapa waktu disini selalu menunjukan pukul 19:31. Karena memang seharunya aku ikut mati bersama dengan mereka.
Ahh, itu dia.. Liftnya sudah tiba lagi.
“Hey, Ikut naik nggak?” tanya Rio.
Akupun akhirnya tersadar, Bahwa aku harus berkata “iya”
Baca Juga: The Flying Dutchman