Kisah Nyata Horor: Tinggal di Kost-Kostan Angker Sendirian (Part 2)

Sebelumnya di: Tinggal di Kost-Kostan Angker Sendirian (Part 1)

Tp suara itu tiba-tiba hilang.

Caca kembali memejamkan matanya. Lagi-lagi ketukan itu muncul lagi dari arah yg sama semakin lama ketukannya semakin menunjukkan ritme ketuk yg sangat cepat dan keras.

Caca terbangun, dari sini Caca berfikir ini sudah tidak beres. Mana mungkin malam-malam begini ada orang yg mau iseng di kebun kosong.

Ketukan itu bukannya berhenti, semakin lama ketukan itu berubah menjadi suara tembok yg dipukul-pukul tangan secara keras dan cepat.

Caca mulai keluar keringat dingin dan merinding sejadi-jadinya. Caca ketakutan sekali malam itu.

Caca berfikir, itu pasti bukan manusia….



Suara pukulan tembok itu semakin keras dan tidak kunjung berhenti, diiringi dengan suara seperti ada orang bercengkerama di balik tembok itu dg suara berat.

Caca semakin ketakutan, nyali Caca semakin ciut, Caca pun beringsut mundur dari tempat tidurnya dan memilih menepi di belakang daun pintu yg ia kunci rapat.

Tangis Caca pecah, Caca sangat ketakutan saat itu, sembari dia selalu memegang kalung Rosario nya dan membaca doa minta perlindungan Tuhannya.

Sampai Caca tersadar ketika HP nya bunyi menandakan Alarm di HP Caca.

Caca kaget dan terbangun, waktu menunjukan pukul 7 pagi, dengan posisi yg masih sama, Caca masih berada di belakang pintu, entah tertidur atau pingsan karena kejadian semalam yg mencekam.

Berarti semalam Caca tidak bermimpi, atau Caca hanya ngelindur saja sampai-sampai bisa tidur dg posisi duduk menelungkup di belakang pintu.

Pagi itu jelas, kos sunyi, karena hanya tinggal Caca. Caca masih terbayang2 kejadian semalam. Tapi Caca tetap harus memberanikan diri untuk keluar dari kamar dan segera beraktifitas. Karena jadwal tiket pesawat terbang siang ini.

Sepenggal kisah yg diceritakan Caca kepada Dewi, membuat Dewi semakin penasaran dan yakin, bahwa selama ini Dewi tidak pernah salah dengar adanya ketukan-ketukan di tembok itu tiap malam.

Lalu siapa yg sering mengetuk bahkan memukul tembok malam-malam? Siapa yg suka berlarian di tengah malam? Siapa juga yg bercengkerama malam hari di kebun kosong itu? Manusia atau hantu?

Dewi semakin penasaran, akhirnya Dewi mengajak Caca untuk mengantarkannya mengecek kebun kosong di balik tembok barat ini. Siang hari memang, Dewi dan Caca benar mengecek kebun kosong barat bangunan kos ini.

Dan dari penglihatan, hanya ada pohon pisang, rumput liar dan ilalang yg rimbun dan tumbuh cukup tinggi.

Seperti tidak ada bekas aktifitas manusia berjalan di sana. Hingga pada suatu malam, ketika Dewi baru sampai di kos sepulang dia kerja. Seperti biasa Dewi memarkirkan motornya di garasi yg tidak terlaku luas itu.

Ketika Dewi hendak menutup gerbang, di kebun kosong seberang jalan, Dewi merasa ada yg mengawasinya, Dewi pun mengamati area kebun kosong itu yg memang gelap, karena tidak ada lampu di sana.

Sampai Dewi melihat di satu titik, yaitu di pohon petai, tepat di balik pohon itu, Dewi melihat sesosok makhluk hitam tinggi berdiri tepat di belakang pohon petai itu, dengan mata merah menatap tajam Dewi yg ada di depannya.

Dewi gugup, dan seketika itu Dewi dengan cepat menutup gerbang tanpa menggemboknya, lalu berlari menuju kamarnya. Sebelum masuk kamar, Dewi di tegur sapa oleh beberapa teman kosnya yg saat itu sedang bercengkerama santai di depan kamar Dewi.

Mita: “Wi, kamu kenapa kok lari-lari an di dalam kos sampai ngos2an gitu?”

Dewi tak kunjung menjawab, Dewi masih mencoba mengatur nafasnya yg tersengal-sengal agar Bisa berkata lancar, Dewi masih gugup dan gemetar.

Dewi: “iiiii…iituuu, iii…iituu”

Mita: “itu apa, Wi?”

Dewi: “iiiii…tu, di depan, di depan”

Sara: “apa yg di depan, Wi?”

Ani: “iya, ada apa, Wi? Di depan ada apa?”

Yesi: apa ada orang jahat di depan?”

Caca: “Wi, tenang dulu, duduk dulu, sini minum dulu deh”

Gaby: “iya bener, sini minum dulu”

Dewi pun di papah teman2 nya untuk duduk dulu dan menyodorkan sebotol air putih untuk diminum, agar Dewi bisa tenang dulu lalu bercerita ada apa sebenarnya.

Setelah cukup tenang,

Mita: “sebenarnya kenapa kamu ini, Wi? Ada kejadian apa tadi?”
Dewi: “tadi ada…”

Berhenti sejenak sambil memandang semua teman2nya. Awalnya Dewi enggan bercerita, tetapi teman2nya memaksa Dewi untuk tetap bercerita.

Teman2: sahut-sahutan berbicara memaksa dewi utk segera bercerita “ayoo Wi, cerita..” “Iya ada apa di depan tadi?”.

Akhirnya Dewi menjawab

Dewi: “di depan aku ngelihat ada hantu”

Sontak semua teman2 Dewi berteriak serentak dengan nada kaget.

“Haaaaaaaaaaa!!!!!”

Yesi: “Wi, kamu serius?”

Seketika suasana menjadi hening, semua terdiam, semua saling bertatap mata.

Tiba-tiba

“BRUAAAAAKKKKKK”

Suara benda jatuh dari lantai atas ke lantai bawah, tepat di mana Dewi dan teman2nya duduk berkumpul.

Sekita semua menjerit

“Hwaaaaaaaaaaaaa”

Semua sekarang berpindah posisi dengan saling berdempetan merangkul teman satu sama lain. Semua menoleh ke sumber suara, lagi-lagi tidak ada benda apa pun yg terjatuh.

Semua tegang, semua ketakutan, di tengah-tengah ketegangan itu, tiba-tiba terdengar bunyi

“Srekkkk… Srekkk.. Srekkk”

Seperti suara orang berjalan menyeret sendalnya. Kali ini suara itu datang dari 2 arah.

Yg pertama bersumber di lantai atas.

Yg kedua bersumber dr garasi dan ruang tamu.

Dewi dan penghuni kos lain makin tegang, Mereka semua masih saling rangkul satu sama lain, dengan wajah pucat pasi karena ketakutan. Yg mereka lakukan hanyalah berdoa sesuai kepercayaan masing2.

Suara itu tidak kunjung berhenti, Dewi dan teman2nya melihat ke arah lantai atas, di sela2 lantai Atas, memang tidak seluruhnya lantai, di tengah-tengah lantai itu di kasih semacam besi yg saling terhubung dan di beri kanopi untuk pijakan kaki, aneh memang dr segi bangunannya.

Tp dari bawah, akan bisa melihat ke arah lantai atas tanpa harus naik tangga. Ketika Dewi dan teman2nya melihat ke sisi atas tidak ada aktifitas apapun di sana. Tidak ada jg orang berjalan.

Menoleh ke arah garasi dan ruang tamu juga tidak menemukan apa-apa.

Tapi suara itu masih jelas ada, jelas sekali terdengar oleh telinga Dewi dan teman2nya.

Tiba-tiba “Aaaaaaaaaaaaa”

Sara berteriak kencang, ada sesuatu yg jatuh di kaki Sara. Setelah di cek, yg jatuh adalah segumpal rambut panjang yg sebagiam sudah beruban / berwarna putih.

Tanpa pikir panjang, Mita bergegas ke kamar mengambil sesuatu. Mita mengambil korek api, lalu segumpal rambut itu diraihnya dan lantas dibakar oleh Mita.

Ketika dibakar, bukan bau rambut terbakar yg tercium, Melainkan bau busuk yg sangat menyengat yg timbul. Dewi dan penghuni kos lain pun terheran-heran, rambut siapa itu yg dibakar tapi malah bau busuk.

Ketika rambut itu hampir habis terbakar, tiba-tiba listrik padam, semua lampu mati, Seluruh penghuni kos berteriak histeris. Semua ketakutan, semua bingung, apa yg sebenarnya sedang terjadi.

Ketika kepanikan melanda, Mita lantas berteriak,

Mita: “ayo semua malam ini kita tidur bersama di kamarku”

Tanpa ada jawaban, semua langsung berlari menuju

 

Kamar Mita.

Semua masih berdempetan dan merangkul satu sama lain di atas kasur kamar Mita.

Keringat dingin mengucur deras di tubuh seluruh penghuni kos.

Tidak ada satupun tetua yg bisa di mintai tolong, karena memang kos ini tidak ada penjaganya.

Pemilik kos juga tidak pernah menginap di kos ini, dan jarang sekali menyambangi lokasi kos, hanya ketika ada janjian atau perbaikan bangunan saja biasanya Bu Karti datang, pemilik kos tinggal di daerah S dekat museum purba.

Apalagi ini kos putri, otomatis yg tinggal hanya remaja-remaja perempuan. Mau meminta bantuan tetangga terdekat, Dewi dan penghuni kos lain tidak ada yg berani keluar. Takut terjadi hal yg makin menakutkan.

Akhirnya mereka memutuskan untuk beristirahat saja Malam itu.

Keesokan harinya semua beraktifitas seperti biasanya, hanya saja ada sedikit rasa was-was yg menyelimuti benak seluruh penghuni kos.

Berbeda dengan Mita. Setelah tragedi semalam, sepulang kuliah hari ini, Mita tiba-tiba demam tinggi.

Dewi dan teman kos yg lain mencoba merawat Mita, mengompres kening Mita dg handuk yg diperas dg air hangat.

Hingga larut malam panas Mita tak kunjung turun, Mita semakin menggigil kedinginan. Sudah di beri obat penurun panas pun sepertinya obatnya tidak bereaksi. Sampai2 Mita mengigau dengan kalimat-kalimat yg kadang tidak jelas.

Mita: “pergi….pergi”

Mita mengigau dg mengucap kata itu terus menerus, entah apa yg Mita maksud. Ditanya pun juga tidak ada respon selain kata “pergi” yg muncul dari igauan Mita.

Karena keadaan Mita tak kunjung membaik akhirnya Dewi dan teman kos yg lain sepakat membawa Mita ke klinik terdekat agar segera mendapat penanganan medis.

Dewi, Sara, Yesi pergi mengantar Mita ke klinik.

Mita yg diapit bonceng 3 oleh Sara dan Yesi, sedang Dewi naik motor sendiri Mita dinyatakan harus di rawat inap, namun klinik tsb tidak melayani rawat inap scr lama, maka dr dokter diberi rujukan utk di rawat inap di RS DO.

Akan tetapi Dewi meminta agar malam ini saja biarkan Mita di rawat di klinik itu sementara, baru biar besoknya di bawa ke RS.

Akhirnya dokter menyetujuinya.

Keadaan Mita masih sama, Mita masih menggigil kedinginan dan terus mengigau.

Mita: “pergi…tidak mau ikut..pergi”

Igauan Mita semakin menjadi-jadi… Dewi, Sara, dan Yesi pun bingung, apa lagi yg harus mereka lakukan selain menenangkan Mita.

 

Bersambung ke Part 3 ya ~