Penyihir Kuno

“Ahh, film yang membosankan!” ucapku dengan kesal setelah keluar dari gedung bioskop dan berjalan menuju parkiran. Niat hati ingin membuat gebetan memelukku ketika dia ketakutan, ternyata gagal. Ria, malah serius menonton. dan aku-pun merasa ditipu oleh trailer di youtube.

Namun, tidak seperti biasanya, selama film diputar bahkan hingga sekarang, Ria tidak banyak berbicara. Aku jadi bingung harus melakukan apa untuk mencairkan suasana yang kaku ini.

Apakah aku harus mengajak dia makan?  atau mungkin mengajaknya membeli novel keluaran baru? Atau-

“Menurut kamu, ada ngga yang kayak gitu di dunia ini?” Ria berbicara mendahuluiku.

Hah, aku tertolong!

“Kayak gitu, maksudnya?” jawabku.

“Iya, seperti yang ada di film tadi. Menganut aliran tertentu sampai rela melakukan apa saja. Termasuk bunuh diri dan membunuh orang lain.”

Entah hanya perasaanku saja, atau suasana di tempat parkir mendadak mencekam. Sunyi dan tak ada seorang pun di sini selain aku dan Ria. Terlebih lagi, ria seperti bukan dirinya yang kukenal selama tiga bulan ini. Dia seperti sosok yang lain.

“Emm, kita ke toko buku dulu yuk. Ada yang ingin aku beli.” Aku mencoba mengalihkan pembicaraan, namun…

“Jawab dulu!” dia tiba-tiba mencengkeram erat pergelangan tanganku. Kuat sekali, sehingga rasanya tulangku akan remuk dan membuatku melenguh kesakitan.

“Hey, Sakit!”

“Jawab!”

“Mu-mungkin ada,” jawabku, “tapi tidak sampai membunuh orang”

Ria melepaskan cengkeramannya. Aku mengusap pergelangan tanganku, mencoba meredakan rasa sakitnya.

Saat itu kulihat tubuh ria gemetar, seperti orang yang ketakutan.  “Ya Tuhan, gadis ini kenapa lagi?” pikirku

Ria berkata lirih, “Aku takut”

“Jujur saja ria, dirimu lebih membuatku takut!” Kataku dalam hati.

“Aku takut, Joe.” Dia mendekatkan dirinya padaku. Aku dibuat kebingungan. Namun akhirnya, yang kulakukan adalah merangkulnya dengan lembut.

“Kamu takut apa, Ri?” Tanyaku, “Semua itu hanya ada di film.”

Tiba-tiba saja ria menatapku. Pandangannya kosong. “Menjadikanmu tumbal.”

Ada benda dingin yang menusuk perutku. Ria, aku melihat gadis itu menyeringai seram sebelum pandanganku memudar. Rasa perih mulai menjalar ke seluruh tubuh. sepertinya aku akan mati sekarang. Kemudian semuanya menjadi gelap.

Beberapa saat kemudian, aku tersadar dan berada di ruangan yang gelap gulita, bajuku ternodai darah. Kulihat sosok Ria berdiri di pintu, tampilannya kini berbeda. Dia berjubah hitam seperti seorang penyihir kuno.

“Apa maksud dari semua ini Ria?” Tanyaku.

“Maksud dari semua ini? Dengar ya bajingan, aku hanya memperalatmu selama ini dan kau akan ku jadikan tumbal!” Itu adalah kalimat terakhir yang kudengar sebelum dia menutup dan mengunci pintu ruangan ini. Aku terjebak dengan tengkorak manusia dan sebuah lilin besar di tengah ruangan.

 

Baca Juga: Suara Kucing di Loteng